Selasa, 29 September 2009

PRESIDENKU MEMANG HEBAT
Sebuah cerita bersambung
Seri 1
Kusumahadi — Malang. 1 Oktober 2009

Bagaimanapun yang namanya rakyat selalu mendambakan mempunyai seorang presiden yang hebat dalam segalanya karena seorang presiden memang manusia pilihan yang dipilih oleh seratus juta lebih rakyat Indonesia. Jadi memang tidak ada alasan untuk tidak hebat karena dia mempunyai apa saja yang dia butuhkan. "Pokoknya seorang presiden harus hebat. Titik." Begitulah yang dibutuhkan oleh setiap rakyatnya.

Presiden yang hebat pastinya selalu ingin membangun rakyatnya menjadi manusia yang hebat semuanya agar negaranya menjadi negeri yang hebat, makmur, maju, modern, berkualitas pendek kata seperti yang dicita-citakan.

Untuk membangun manusia Indonesia yang hebat, departemen yang pertama kali disentuh pastilah DEPDIKNAS. Presiden yang hebat pastilah tidak mau kehilangan setiap moment penting setiap tahun, yaitu kualitas kelulusan yang jumlahnya selalu jutaan. Jadi sangat potensial secara positif maupun negative. Setiap siswa atau mahasiswa wajib lulus dengan kualitas yang hebat. Dia langsung ciptakan program kilat satu tahun agar setiap lulusan bisa langsung menikmatinya dan sambil setahap demi setahap membuat system pendidikan yang paten kualitas hebatnya.

Diganti, diputar bagaimanapun model presiden dan mendiknasnya, tetap running on the right track seperti program system operasi computer Windows yang hebat, canggih dan terus bisa di-update tanpa pernah menghilangkan Iandasannya selain terus menyempurnakannya.
Atas kepentingan itulah presiden mengundang wapres dan mendiknasnya untuk diajak begadang di rumah pribadinya.

TIGA TOP LEADER BEGADANG

"Kami adalah presiden dan wapres pertama yang dipilih rakyat dengan 60 persen lebih suara. Saya adalah presiden yang berlatar belakang militer. Sementara sampean Pak Wapres berlatar belakang bisnis. Lebih parah lagi mendiknasnya malah berlatar belakang ekonomi. Bisa-bisa tidak nyambung kalau kita bicara masalah peningkatan kualitas pendidikan. Jadi ini sangat berbahaya. Saya minta kita jangan asal omong. Logika yang kita pakai harus mutlak benar. Sekali kita sebagai top leader mulai dengan yang salah, maka kesalahan itu akan berlipat ganda berjuta-juta dibawahnya, jutaan anak-anak Indonesia akan jeblok kualitasnya seperti sekarang ini. Di tahun 2005 ini ada 815.527 siswa setingkat SMA yang tidak lulus. Saya sebagai presiden merasa sangat aneh. Mengapa siswa harus tidak lulus sekolah, hanya kerena menempuh ujian yang berlangsung beberapa jam saja. Lalu apa saja yang dilakukan selama 3 tahun belajar? Berapa biaya yang sudah dihabiskan? Kenapa siswa harus buang-buang waktu untuk mengulang sekolah? Mengapa siswa harus ikut ujian Paket C sebagai solusinya. Seperti ini pasti ada yang salah. ini adalah kenyataan asli yang tidak ditutup-tutupi seperti dulu. Jadi pikiran kita dalam merumuskan kebijaksanaan, peraturan-peraturan dan memberikan evaluasi UU, harus mutlak benar. Harus benar sudah tidak bisa ditawar-tawar. " Kata Presiden.
"Namun kalau saya mulai dengan mengatakan bahwa tugas utama presiden secara keseluruhan adalah membangun Indonesia menjadi negara yang paling baik di dunia, apakah pikiran saya ini benar? Lalu argument apa yang ingin sampean berdua sampaikan kepada saya?" Kata presiden memulai pembicaraannya.

“Kan rumusnya orang-orang awam itu begini Pak Presiden: Logika, etika, estetika dan praktika artinya sesuatu yang benar pasti baik dan gabungan antara benar dan baik adalah indah serta yang namanya benar-baik-indah wajib dipraktekkan. Itu artinya bagi kita bertiga, militernya, bisnisnya, ekonomi akutansinya, harus menjadi yang terbaik di dunia. Karena memang itulah latar belakang kita! Maka bila diteruskan, pendapatan rata-rata rakyat Indonesia harus tertinggi di dunia. Kualitas pendidikannya mesti berkualitas peringkat satu di dunia. Kelestarian alamnya harus lebih baik dari Selandia Baru, misalnya. Pencemaran lingkungannya harus lebih rendah dari Swiss. Korupsi harus nyaris tidak ada. Pendek kata semuanya tertata dengan sangat baik sebaik, sekali lagi, system operasi Windows pada computer. Tapi kita mesti sadar akan kenyataan bahwa kualitas SDM kita berada diurutan yang ke 113 dari 177 negara. Bagaimana meningkatkan menjadi peringkat ke 50 saja misalnya, apa yang harus kita lakukan." Kata wapres mengimbangi kata pengantar presidennya presidennya

"Ya Pak Wapres. Itulah tugas utama presiden dan seluruh jajarannya. Entah itu dibilang realistis atau tidak itu masalah lain. Dan mulai sekarang minimal kita bisa mulai membangun landasan ke arah sana, maksud saya saya akan mengulang-ulang apa yang dinamakan system operasi windows dalam membangun Indonesia ini. Dan yang seperti ini tidak bisa ditawar-tawar. saya ingin sekali kumpulkan ribuan orang-orang pinter Indonesia dibawah kendali Pak Habibie yang masih sangat potensial dengan tujuan membuat kepastian kebenaran sekelas program Windows atau kalau perlu seperti fakta kebenaran tepatnya bumi mengelilingi matahari yang tidak pernah meleset sedetikpun selama jutaan tahun berjalan". Respon presiden yang ingin monumental.

Sementara Mendiknas masih diam saja dan mendengarkan dengan seksama. Sekarang giliran presiden ingin tahu pendapat mendiknasnya.
"Sebenarnya saya ingin bertanya kepada semua mendiknas yang pernah menjabat dengan pertanyaan sederhana: Apa ya tugas utama mendiknas yang sejatinya? Mengapa kualitas pendidikan Indonesia bisa berada pada urutan ke 111? Kesalahan apa yang dilakukan hingga menjadi sedemikian parahnya? Kalau nurut sampean apa sebenarnya tugas mendiknas?"
"Sebenarnya tugas utamanya sama dengan tugas utama presiden dan wapresnya, yaitu membangun dunia pendidikan di Indonesia menjadi yang paling baik di dunia. Itu visinya. Sedangkan misinya adalah meluluskan setiap siswa dan mahasiswa dari sekolah atau perguruan tinggi dengan kualitas yang terbaik di dunia. Kalau itu sudah tercapai ya sudah, selesai.
Masalahnya adalah kalau tugas utama mendiknas itu berbeda dengan tugas utama presiden di wilayah pendidikan. Apakah sepanjang sejarah Indonesia ada presiden yang visinya itu ingin membangun Indonesia ini menjadi Negara yang terbaik di dunia? Sepertinya belum pernah ada. Sepertinya presiden kita sudah merasa puas dengan yang normatif-normatif saja kecuali yang keinginannya menjadi seumur hidup. Jadi disitulah pokok persoalannya. Kita yang menteri, apalagi yang jauh dibawahnya, pasti kacau balau seperti sekarang kalau visi, misi dan komitmen presidennya tidak pernah jelas dan tegas dalam pelaksanaannya. contohnya ganti menteri ganti kebijaksanaan ganti kurikulum yang sebenarnya hanya ganti namanya saja. Koq seperti seleranya sendiri-sendiri. Mana bisa itu. Menteri jebolan Jerman pakai selera Jerman dengan link and match-nya dan tidak karuan jeluntrung akhirnya. Begitu juga dengan mendiknas selera Amerika, sebagaimana dikatakan Pak Wapres beberapa waktu yang lalu. Ada kebijaksanaan aneh yang dihasilkan seperti SMA diganti SMU dan balik kucing jadi SMA lagi. Sistem semester diganti cawu dan balik kucing lagi kembali ke asal pakai semester. Mengelola jutaan siswa seluruh Indonesia koq dibuat main-main begitu. Lebih celaka lagi pendidikan dasar dan menengah ikut-ikutan perguruan tinggi, niru pakai system kredit semester, wacananya. Memang hebatnya apa system kredit itu? Seperti itu maunya apa? Kalau niatnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, korelasinya saja Iho tidak ada. Kualitas pendidikan dengan system kredit semester itu Iho sebenarnya tak banyak berbeda dengan pola pengajaran di dikdasmen, yang sebenarnya ber-system paketan. Dan banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang diluncurkan dengan kualitas sekenanya atau seperti orang main-main. Payahnya itu semua lahir dari pimpinan-pimpinan top pendidikan yang pinter. Benar dan pasti Bapak Presiden, kalau kita memang berniat 100 persen murni ingin meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, system proses belajar mengajar harus mutlak diubah total habis-habisan. Kalaupun harus setahap demi setahap, maka tahap pertama itu harus mutlak benar pasti jelas dan tegas. Serta kualitas kebenarannya itu harus minimal ratusan tahun. Jadi gak ada ceritanya yang namanya ganti-ganti nama terus setiap ada pemerintahan baru." Keluh kesah mendiknas yang dulu namanya Mendikbud itu.

"Berpijak bahwa seorang presiden harus hebat, maka tugas hebat utama presiden di dunia pendidikan mutlak harus sama dengan tugas wapresnya, mendiknasnya, dirjennya, gubernurnya, kakakanwilnya, walikotanya, bupatinya, kadiknasnya, pengawasnya, kepala sekolahnya, guru-gurunya, orangtuanya, masyarakatnya hingga siswanya, yaitu "bersama kita bisa". Tetapi bagaimanapun saya sang presiden harus "acting" dulu baru boleh bicara "bersama kita bisa" membangun pendidikan nasional menjadi yang terhebat dan terbaik di dunia. Nah kalau sudah begini tak peduli dia itu lulusan SD, SMP, SMA, Diploma, S1, S2 atau S3, mereka harus mampu menunjukkan kualitas terhebat dan terbaiknya. Title tidak bisa lagi dipakai lambang gagah-gagahan sebagai indikasi pengambilan kesimpulan akan kemampuan seseorang, tetapi yang lebih dihargai adalah kualitas hasil kerjanya secara riil. Kalau itu guru, riil siswa yang dihasilkannya seperti apa? Kalau itu Kadiknas riil kepala sekolah dan pengawas yang dibimbingnya seperti apa? Begitu pula kalau seperti saya, seorang presiden, riil menteri yang diangkatnya seperti apa? Dengan begini saya akan merasa lebih adil kepada setiap rakyat saya dari yang buta huruf, otodidak atau yang cuma lulusan SD, SMP atau SMA. Begitu juga dengan ahli pendidikan yang tamat S3 yang penuh dengan teori-teori, kalau dia tidak bisa menunjukkan keahliannya dalam menjadikan dunia pendidikan kita terbaik di dunia, tetap saja saya anggap sebagai tidak ahli dan tidak berprestasi. Sementara lulusan SD yang nyata-nyata bisa menunjukkan prestasinya sebagai yang terbaik, seperti misalnya menghijaukan gunung yang gundul menjadi paling asri dan lestari di dunia, Bisa-bisa Dia akan saya angkat menjadi staf ahli menteri dari pada mengangkat seorang lulusan S3 yang berpengetahuan seluas samudra tapi kosong dengan karya-karya nyata yang langsung dibutuhkan rakyat! Jadi test mereka bukan lagi pada desertasi tetapi karyanya langsung yang dibutuhkan oleh masyarakat. sementara saya sebagal pimpinan politik tertinggi, saya juga harus sudah memastikan bahwa semua jalan untuk menuju prestasi terbaik harus sudah terbangun dan terbuka lebar bagi semua rakyat saya dan aman dilaluinya"

Lanjut presiden, "Sekarang Pak Menteri, tolong beri tahu saya tiga langkah pertama mendiknas untuk menjadikan kualitas pendidikan Indonesia menjadi yang terbaik di dunia."
"Baiklah Pak presiden, pertama adalah mencetak visi, misi, komitmen dan motto untuk dunia pendidikan yang singkat, mudah dimengerti, pasti kebenarannya, jelas dan tegas dengan bunyi sebagai berikut:
Visi : Membangun dunia pendidikan Indonesia menjadi yang terhebat dan terbaik di dunia.
Misi : Meluluskan setiap siswa dan mahasiswa dengan kualitas terhebat dan terbaik di tingkat kota/kabupaten, propinsi, nasional, regional dan international sesuai dengan kemampuan yang diberikan oleh Tuhan.
komitmen : Berhasil mewujudkan Visi dan Misi
Motto : Bersama kita bisa.

"Visi, misi, komitmen dan motto itu harus ditandatangani oleh presiden dan ditempel di setiap kelas di setiap sekolah/kampus di seluruh pelosok Indonesia. Dan yang lebih penting dan utama bahwa yang namanya Visi, misi, komitmen dan motto adalah pemimpin tertingginya siapapun presidennya." Lanjut mendiknas, "Langkah kedua saya adalah memberikan instruksi langsung kepada ketua pembuat kurikulum nasional untuk secara benar, pasti, jelas dan tegas membuat kurikulum yang memungkinkan semua aparat pendidikan dan siswa serta mahasiswanya dari semua golongan IQ + EQ bisa mencapai kehendak Visi dan Misi yang sudah terpasang sebagai pemimpinnya.

Perlu diketahui, kurikulum yang ada sekarang tidak memungkinkan bagi siapa saja untuk menjadi yang terbaik kecuali bagi siswa yang berkesempatan mengikuti olimpiade matematika, biologi, fisika, kimia internasional. Kurikulum kita sekarang ini mempunyai kemampuan yang luar biasa jelek, yaitu berupa kemampuan membangun siswa-siswa dan guru-guru serta kepala sekolah kita yang baik, menjadi koruptor. Ini terjadi bukan karena mental mereka yang jelek, tetapi kurikulumnya memang jelek sekali dan sangat bersifat koruptif. Yang saya katakan ini rill, Bapak Presiden. Sedangkan kurikulum yang benar, baik, indah, professional dan terbaik di dunia, pasti akan secara otomatis membangun siswa¬-siswa, guru-guru dan para kepala sekolah menjadi orang-orang benar, baik, indah, professional dan terbaik di dunia. Kan legitu logika dasarnya. Kurikulum seperti itu harus diciptakan. Kurikulum kita ini sejak Indonesia merdeka belum pernah berubah, yaitu berdasarkan SYSTEM PAKET dari pemerintah dengan segala macam asumsi-asumsi yang mendasarinya. Kurikulum kita juga belum pernah berdasarkan Pancasila. Tidak berdasarkan KEESAAN, KEADILAN, KEBERADABAN, KESATUAN, sebaliknya pemaksaan dengan segala macam dalih dan bentuknya"

"Pak mendiknas, saya menyela, saya pernah membaca buku yang berjudul Teaching and Learning in Today's Classroom karangan Caroly Cox 1999 halaman 62, kebetulan saya tertarik dan saya stabilo, dan ini foto-copiannya:
People like me are aware of their so-called genius at ten, eight, nine ... I always wondered, "Why has nobody discovered me? In school, didn't they see that I'm more clever than any-body in school? That the teachers are stupid; too? That all they had was information I didn't need?" It was obvious to me. Why didn't they put me in art school? Why didn't they train me? I was different, I was always different. Why didn't anybody notice me? (p. 115)

Bersambung